Sabtu, 07 Desember 2013

Browse Manual » Wiring » » » » » » » » » Pilkada Kabupaten Sukabumi Dan Wajah Politik Dalam Negeri

Pilkada Kabupaten Sukabumi Dan Wajah Politik Dalam Negeri

Mencari-cari gambar seputar Pilkada Kabupaten Sukabumi di si mbah Google susahnya bukan main. Hampir semua gambar didominasi oleh foto Ayu Azhari. Entah karena pencalonannya sebagai Cawabup Kabupaten Sukabumi yang cukup menghebohkan atau karena keseksian tubuhnya yang membuat fotonya lebih banyak terpampang dibandingkan dengan calon lain. Saya tidak tahu pasti. Yang jelas, saya pun jadi ikut-ikutan memajang fotonya, dan memilih salah satu foto yang paling syur dengan alasan untuk mengesankan sebuah pencitraan dari wajah asli perpolitikan Republik ini.

Sepintas kelihatan tidak nyambung antara foto sexy Ayu Azhari dengan wajah perpolitikan dalam negeri, tapi jika ditelaah lebih jauh, ada banyak kemiripan antara keduanya. Politik di Republik kita ini selalu menampakkan wajah menawan, seksi, dan mempesona sehingga menggiurkan banyak orang untuk mendekat dan "memeluknya" dengan mesra. Namun di balik itu semua ada "lubang hitam" yang bisa mematikan akal sehat dan nurani kita sehingga kita lupa akan tujuan dari politik yang sebenarnya, yaitu untuk ketenteraman dan kesejahteraan rakyat. Lihat saja misalnya kerusuhan di Mojokerto yang baru-baru ini terjadi. Kenapa mereka bisa melakukan pengrusakkan seperti itu jika bukan karena rayuan retorika gombal dan tergiur oleh "keseksian fisik" dari seorang kandidat dan/atau partai politik.

Tidak bisa dipungkiri, keawaman masyarakat seringkali membuat mereka mudah tergiur oleh "keseksian fisik" ini. Kenapa tokoh Bung Karno lebih laku dijadikan "iklan politik" daripada Bung Hatta, misalnya, kalau bukan karena "keseksian fisik". Padahal dalam buku-buku sejarah SMP dan SMA diajarkan bahwa Soekarno telah bertindak otoriter dengan membubarkan konstituante (MPR) dan membentuk MPRS yang anggotanya dia tentukan sendiri. Maka wajar jika para anggota MPRS ini mengangkatnya sebagai Presiden seumur hidup. Beliau juga bertindak otoriter dengan membubarkan Partai Masyumi (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) tapi membiarkan (bahkan mendukung) keberadaan PKI (Partai Komunis Indonesia).

Jika bukan karena "keseksian fisik" dan rayuan retorika gombal, mungkin tokoh seperti Bung Hatta akan lebih laku dijual (Iwan Fals sadar akan hal itu), karena beliaulah satu-satunya tokoh pejuang kemerdekaan yang berani bersumpah untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Beliau juga tidak haus kekuasaan sehingga berani mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden ketika Bung Karno dianggapnya sudah keluar dari cita-cita kemerdekaan. Bahkan karena keinginannya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, beliau membentuk sistem perekonomian koperasi.

"Keseksian" memang selalu membius, rayuan retorika memang selalu membuai. Dan lagi-lagi rakyatlah yang menjadi sasaran empuk untuk digoda lalu dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik kaum oportunis. Entah sampai kapan wajah politik di Republik ini akan seperti ini. Orde selalu berganti-ganti tapi perilaku politik masih juga sama. Mungkin harus ada revolusi di negeri ini. Bukan revolusi fisik, tapi revolusi pemikiran dan perilaku yang mengacu pada paradigma Ibrahim, yakni pembebasan dari paganisme kekuasaan.

Dan hari ini, Kabupaten Sukabumi mengadakan Pilkada. Bersyukur wajah sexy Ayu Azhari tidak ada pada kertas suara. Namun "keseksian" dan rayuan retorika masih tampak jelas pada pasangan-pasangan calon lain. Semoga saja yang menang adalah pasangan yang paling sedikit rayuannya tapi paling banyak pembuktiannya dalam membangun Kabupaten Sukabumi menuju masyarakat yang madani dan sejahtera. Amien....

Sumber foto: http://ichwankalimasada.files.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar